Kamis, 14 Agustus 2008

SURGA

Sebagai manusia sudah menjadi hal yang wajar apabila kita mendambakan kebahagiaan. Baik yang bersifat pribadi, keluarga maupun masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Dalam hal ini, agama senantiasa menawarkan Surga sebagai tempat kebahagiaan yang kekal. Bagi siapa yang taat dan patuh kepada agamanya, maka akan mendapatkan Surga sebagai imbalanya, apabila telah meninggal dunia.

Wacana perihal Surga yang demikian itu adalah suatu Surga yang Ghaib atau abstrak. Sehingga karena sifatnya yang abstrak itu, maka setiap agama menggambarkan Surga sesuai dengan kepercayaan [doktrinal] yang ditanamkan kepada masing-masing pemeluknya. Ada yang menggambarkan bahwa Surga itu suatu kehidupan yang abadi, dikelilingi para bidadari [yang selalu perawan], tempat bersemayamnya para dewa. Demikian pula ada yang menyebutnya sebagai tempat tinggal [tahta singgasana] Tuhan Sang Bapa. Pendek kata, Surga benar-benar merupakan tempat [impian] kebahagiaan yang di dalamnya hanya ada kenikmatan semata [sruwa-sruwi sarwo kepenak]

Bagaimana sesungguhnya makna dan persepsi Surga bagi orang-orang yang beriman? Surga dalam konsepsi al-Qur’an [Islam] disebut al-Jannah berarti taman yang tertata rapi nan indah. Surga yang akan menjadi milik orang yang dalam hidupnya selalu taat dan patuh dengan ajaran Allah ini, digambarkan bahwa di bawahnya senantiasa mengalir aneka sungai [min tahtihal-anhar]. Sehingga taman kebahagiaan tersebut merupakan taman yang subur dan menyejukkan. Siapapun yang tinggal di dalamnya tentu akan menuai kepuasan. Pohon-pohon yang ada di Surga adalah merupakan perwujudan dari kalimat thayibat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya [asluha tsabitun wa far ‘uha fi as-sama’].

Gambaran secara fisik tersebut, menurut teori sastra al-Qur’an, perlu dilihat arti metaforisnya [wajhu sabhin], agar dapat membantu kita dalam memahami makna Sorga [al-Jannah] yang sebenarnya. Apabila pohon-pohon yang ada di Surga tersebut menggambarkan masing-masing figur [sosok] orang beriman yang hidup di dalamnya, maka antara phon yang satu dengan yang lainnya akan saling merindangkan panen. Juga saling menghidangkan hasil karyanya satu sama lain. Pohon mangga akan memberikan bangganya, pohon rambutan akan menghadiahkan rambutannya, demikian pula pohon-pohon lainnya. Inilah gambaran kehidupan masyarakat Surga yang demikian indah, adil dan saling memakmurkan, gemah ripah loh-jinawi, tata titi tentrem kerta raharjo, murah kang sarwo tinuku lan thukul kang sarwa tinandur [jawa]. Semua itu ditunjang oleh suatu sistem ekonomi yang senantiasa dapat memenuhi seluruh hajat hidup orang banyak dan terdistribusinya dengan lancar seperti halnya aliran aneka sungai yang selalu mengalir di bawah Surga.

Kalau kita perhatikan lebih cermat, maka ternyata Surga yang dijanjikan Allah tersebut berujud ganda. Yakni selain Surga yang ada di akhirat kelak juga ada Surga di dunia inil. Hal tersebut tergambar jelas dalam do’a sapu jagad yang sering kita panjatkan. Rabbana aatina fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qiina ‘adzaban naar. Surga dunia [fidunya hasanah] adalah dunia yang baik dan indah yakni Madinatul-Munawwarah. Suatu “negara kota” yang gilang gemilang karenada dilandasi oleh cahaya al-Qur’an-Sunnah-Rasul. Adapun Surga akhirat [fil-akhirati hasanah], adalah Surga yang dijanjikan Alla apabila si Mukmin telah meninggal dunia, sebagai balasan atas segala amal ibadahnya. Jadi Surga akhirat adalah merupakan konsekuensi logis dari Surga dunia, karena dunia adalah cerminan akhirat [Ad-dunya mir’atul akhirah].

Bukti lain yang menunjukkan bahwa selain di akhirat Surga juga ada di dunia ini, antara lain adalah sabda Rasulullah saw ... “rumahku adalah Surgaku” [baiti jannati], demikian pula “Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu”[al-Jannatu tahta aqdamil-umahat.. Bukankah rumah tangga Rasulullah itu berada di dunia kita ini juga? Begitu pula jejak langkah kaum ibu di dunia ini sangat menentukan kebahagiaan sebuah kehidupan. Hal ini terutama ditegaskan oleh Rasulullah saw .. bahwa wanita itu tuang negara [an-nisaa’u ‘imaadul bilad].

Surga dunia sebagaimana tercermin dalam Madinatul Munawwarah telah dicapai oleh Rasulullah saw. Dan para sahabatnya melalui “jalan yang lurus” [Shirathalmustaqim]. Yaitu suatu sistem jalan kehidupan Islam secara total [kaffah] yang diraih dengan cara merevolusikan masyarakat dari kegelapan jahiliyah [dzulumat] menuju pencerahan ilmiyah [an-Nur], [Q.S. al-Baqarah: 257]. Surga yang seperti digambarkan tersebut bukan Surga yang jatuh begitu saja dari langit, akan tetapi suatu Surga yang harus diraih melalui perjuangan fisik [jihad], perjuangan mental [mujahadah] maupun perjuangan intelektual [ijtihad].

Dengan melalui kegiatan dakwah yang giat [intensif], mangkus [efektif] dan sangkil [efisien], Rasulullah saw. Telah berhasil membangun “Surga” di dunia. Sebuah revolusi kebudayaan paling cepat dalam sejarah. Hanya dalam tempo kurang dari seperempat abad [23 tahun], padang pasir gersang dan gunung-gunung batu yang keras lagi tandus telah berubah menjadi Surga. Yakni membebaskan manusia dari peradaban yang gelap gulita [dark ages] menuju peradaban yang terang benderang [enlightenment] disinari oleh cahaya ilahi [al-Qur’an] melalui tauladan hidup Rasulullah.

Untuk mencapai kondisi tersebut, berapakah harga yang harus dibayarkan? Yang pasti, harga sebuah Surga tidaklah murah. Menurut Allah bagi setiap mukmin [para pendukung cita-cita surgawi] haruslah mau menyerahkan diri dan hartanya sekaligus [anfusahum wa amwalahum] untuk ditukar dengan al-Jannah. Dan proses transaksinya harus diperjuangkan mati-matian sehingga setiap mukmin harus senantiasa siap tempur [ready use to combat] dalam rangka meraih dan mempertahankan Surga [yuqaatiluuna fi sabilillah fayaqtuluuna wayuqtaluun]. Harga inilah yang diminta Allah sebagaimana tersirat di dalam semua kitab suci, baik at-Taurat, al-Injil, maupun al-Qur’an. [Q.S. at-Taubah:111].

Apa makna dari semua itu? Dengan dibayarkannya “diri” dan “harta” mukmin kepada Allah, maka berarti simukmin tersebut telah menyerahkan “ego”, ke-aku-annya dan hartanya menjadi milik Allah. Sehingga dengan demikian, setiap mukmin menyerahkan seluruh hidupnya untuk dikelola oleh Allah. Dengan kata lain, setiap orang yang menyatakan dirinya mukmin sudah semestinya mau dan rela sepenuh hati untuk hidup hanya menurut kehendak Allah. Mukmin yang demikian itulah mukmin yang haq, mukmin yang menjadi pohon-pohon Surga, yang dari benih iman-nya telah tumbuh menjadi pohon yang kokoh kuat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya serta berbuah di sepanjang musim [Q.S. Ibrahim:24].

Pohon tersebut selalu menghidangkan panen zakat, infaq, dan sadaqah bati kemakmuran dan keadilan kehidupan. Aroma buahnya menciptakan ketenteraman dan kebahagiaan hidup tiada tara. Demikianlah Surga yang menjadi dambaan setiap insan. Sebuah model kehidupan, yang selain membahagiakan sekaligus juga menyehatkan. Ibarat manisnya madu yang selain lezat nikmat juga menyehatkan [Q.S. an-Nahl: 68, 69]. Itulah yang terjadi hampir hampir satu setengah milinium yang lampau di dalam masyarakat Madinatul Munawwarah, “negara kota” yang bermandikan cahaya Ilahi dengan tauladan indah para Nabi, yang kelak nantinya merupakan panen di akhirat [ad-dunya mazra’atul akhirah]. Singkatnya, suatu masyarakat dimana telinga kita belum pernah mendengar, mata belum pernah melihat, hati belum pernah merasai, Masyarakat mukmin yang seperti itulah, masyarakat di mana pandangan dan sikap hidupnya berdasar kalimat thayyibat, [al-Qur’an –Sunnah-Rasul], yang akan memperoleh Surga yang dijanjikan.

1 komentar:

ignacioabdou mengatakan...

microtouch Solo Titanium by iSoftBet - iTaniumArt
microtouch Solo Titanium. titanium frames Features · The S-T-6 is designed for ridge titanium wallet the S-5 (Pipedream) S-6 and the S-1 is equipped with detachable titanium trim hair cutter 3.5mm cable nano titanium babyliss pro that can be titanium bolts used to